Selasa, 29 Maret 2011

Beberapa Ciri dari Arsitektur Tionghoa di daerah Pecinan sampai sebelum th. 1900.

            David G. Khol (1984:22), menulis dalam buku “Chinese Architecture in The Straits Settlements and Western Malaya”, memberikan semacam petunjuk terutama bagi orang awam, bagaimana melihat ciri-ciri dari arsitektur orang Tionghoa yang ada terutama di Asia Tenggara. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
  • “courtyard
  • Penekanan pada bentuk atap yang khas.
  • Elemen-elemen struktural yang terbuka (yang kadang-kadang disertai dengan ornamen ragam hias)
  • Penggunaan warna yang khas.

Courtyard.
            Courtyard merupakan ruang terbuka pada rumah China. Ruang terbuka ini sifatnya lebih privat. Biasanya digabung dengan kebun/taman. Rumah-rumah gaya China Utara sering terdapat courtyard yang luas dan kadang-kadang lebih dari satu, dengan suasana yang romantis. Tapi di daerah China Selatan dimana banyak orang Tionghoa Indonesia berasal, courtyard nya lebih sempit karena lebar kapling rumahnya tidak terlalu besar (Khol, 1984:21). Rumah-rumah orang-orang Tionghoa Indonesia yang ada di daerah Pecinan jarang mempunyai courtyard. Kalaupun ada ini lebih berfungsi untuk memasukkan cahaya alami siang hari atau untuk ventilasi saja. Courtyard pada arsitektur Tionghoa di Indonesia biasanya diganti dengan teras-teras yang cukup lebar.
 
Gb.1. Typical rumah China yang mempunyai courtyard.

Penekanan pada bentuk atap yang khas.
            Semua orang tahu bahwa bentuk atap arsitektur China yang paling mudah ditengarai. Diantara semua bentuk atap, hanya ada beberapa yang paling banyak di pakai di Indonesia. Diantaranya jenis atap pelana dengan ujung yang melengkung keatas yang disebut sebagai model Ngang Shan (lihat Gb.4.)
 
Gb.2. Atap model Wu Tien, jarang dijumpai di Indonesia
 
Gb.3. Atap model Hsuan Shan, jarang dipakai di Indonesia.
 
Gb.4. Atap model Ngang Shan. Atap model ini yang sering dipakai di daerah Pecinan Indonesia.
 
Gb.5. Atap model Hsuan Shan. Kadang-kadang dipakai di Indonesia.
 
Gb.6. Atap model Tsuan Tsien, hampir tidak pernah dipakai di Indonesia.

Elemen-elemen struktural yang terbuka (yang kadang-kadang disertai dengan ornamen ragam hias)
            Keahlian orang Tionghoa terhadap kerajinan ragam hias dan konstruksi kayu, tidak dapat diragukan lagi. Ukir-ukiran serta konstruksi kayu sebagai bagian dari struktur bangunan pada arsitektur Tionghoa, dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan China. Detail-detail konstruktif seperti penyangga atap (tou kung), atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu ditutupi. Bahkan diperlihatkan telanjang, sebagai bagian dari keahlian pertukangan kayu yang piawai.
 
Gb.7. Struktur penyangga atap yang menjadi salah satu ciri khas rumah-rumah orang China di daerah Pecinan.
 
Gb. 8. Rangka penyangga atap yang diperlihatkan sebagai dekorasi pada rumah di daerah Pecinan.

Penggunaan warna yang khas. 
             Warna pada arsitektur China mempunyai makna simbolik. Warna tertentu pada umumnya diberikan pada elemen yang spesifik pada bangunan. Meskipun banyak warna-warna yang digunakan pada bangunan, tapi warna merah dan kuning keemasan paling banyak dipakai dalam arsitektur Tionghoa di Indonesia. Warna merah banyak dipakai di dekorasi interior, dan umumnya dipakai untuk warna pilar. Merah  menyimbolkan warna api dan darah, yang dihubungkan dengan kemakmuran dan keberuntungan. Merah juga simbol kebajikan, kebenaran dan ketulusan. Warna merah juga dihubungkan dengan arah, yaitu arah Selatan, serta sesuatu yang positif. Itulah sebabnya warna merah sering dipakai dalam arsitektur China.

1 komentar: